Loading...

  • Minggu, 03 Agustus 2025

Harimau Sumatera di Atas Strimin, Karya Sang Pujaan Hati

Strimin Karya Sang Pujaan Hati (1993)
Oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
 
Di antara sekian banyak barang seni yang kini menghiasi rumah kami, ada satu yang paling istimewa—bukan karena kemewahannya, bukan pula karena nilai seninya yang tinggi, tetapi karena kisah yang tersimpan di setiap jalinan benangnya. Ini adalah koleksi pertama saya berupa sebuah strimin bergambar harimau Sumatera, karya tangan sang pujaan hati, Yulia Kusuma Wardani.
Kisahnya bermula pada pertengahan tahun 1992, tiga tahun sebelum pernikahan kami. Saat itu, sang pujaan hati masih duduk di bangku kuliah, semester ketiga Fakultas Hukum Universitas Lampung. Ia sosok cerdas, aktif, dan penuh semangat—terutama dalam dunia jurnalistik. Kebetulan, ia bergabung di Teknokra, surat kabar kampus Unila, yang saat itu dipimpin oleh sahabat saya, Machsus Thamrin Hidayat (Alm). Perkenalan kami terjadi secara kebetulan saat pameran pembangunan di PKOR Way Halim. Adalah ncus (panggilan untuk Machsus) yang memperkenalkan kami. Seiring dengan intensitas pertemuan di lingkaran pertemanan yang berukang, kami bersetuju untuk saling mengenal lebih jauh. Dialah yang pertama kali mengajak saya untuk masuk kedunia akademis, menjadi dosen di Unila.
Suatu hari, saat menghabiskan waktu bersama, Yulia berkata, “Yai, daripada nganggur sepulang kuliah, mau deh belajar buat strimin.” Sebuah ide sederhana, tapi terdengar begitu tulus. Saya pun mengajaknya ke Pasar Tengah, Bandar Lampung, untuk membeli paket bahan strimin—kanvas berjaring, benang warna-warni, dan jarum bordir. Hari itu, tanpa menyadari betapa berharganya momen itu di masa depan, kami memilih gambar yang akan dibuat: seekor harimau Sumatera, gagah, anggun, dan penuh karakter.
Harimau Sumatera melMbahan sebuah kebebasan dan perlindungan. Dalam konteks ini, karya Yulia menjadi pertanda adanya ikatan kuat yang terjalin antara kami, sejak awal. Mungkin ia inginkan saya menjaga hubungan seperti harimau yang selalu menjaga wilayah dan keluarganya. Alhamdulillah, tentu dengan juga berbagai riak-riak, hingga kini bersama dengan ditambeh hadirnya sang permata, ananda Ramiza Lionatasya Admi.Waktu berlalu. Dari kost kecilnya di Gang Bakti, Yulia mulai merajut benang demi benang, merangkai warna, membentuk garis, hingga akhirnya harimau itu benar-benar “hidup” di atas kain strimin. Setiap sulaman/jahitan mengekspresikan kesabaran, ketekunan, dan—mungkin—sejumput cinta yang perlahan tumbuh di antara kami.
Strimin itu selesai beberapa bulan kemudian, dan ketika saya melihatnya untuk pertama kali, ada perasaan haru yang sulit dijelaskan. Sebagai karya pertama dari sang pujaan hati, ini adalah karya yang luar biasa. Itu adalah saksi bisu dari hari-hari penuh kebersamaan, dari obrolan panjang tentang mimpi-mimpi kami, dari perjalanan cinta yang masih berproses. Dengan tangan-tangan cintanyalah karya itu terbuat. Begitu indah dan rapinya katya ini dibuat, layaknya sebuah karya profesional.
 
 
Tiga tahun setelahnya, kami menikah. Strimin harimau Sumatera itu tetap menjadi bagian dari kehidupan kami. Kini, karya itu terbingkai rapi di dinding rumah, menjadi pengingat bahwa cinta tidak selalu dimulai dengan hal-hal besar. Terkadang memang conta tumbuh dari sesuatu yang sederhana—dari sebuah perjalanan ke pasar, dari benang yang dirajut dengan ketulusan, dan dari tangan yang saling menggenggam untuk membangun masa depan bersama.Pada akhirnya, strimin harimau Sumatera karya sang pujaan hati ini tentu bukan sekadar penghias dinding rumah, tetapi manifestasi dari cinta, ketekunan, dan perjalanan hidup yang telah kami lalui bersama. Ini karya seni yang tak ternilai, bukan karena materialnya, melainkan karena cerita dan makna yang melekat di dalamnya.
Dang lupo BAHAGIA geh !

Tentang Penulis
Penulis di Admisyarifnews Sejak 01 February 2025
Lihat Semua Post