Loading...

  • Minggu, 03 Agustus 2025

Membimbing Tasya: Terbanglah Setinggi Elang, Pulanglah Sehangat Merpati

Foro Keluarga: Admi Syarif, yulia Kusuma Wardani dan Ramiza Lionatasya Admi

Oleh: Prof. Admi Syarif, PhD

Dosen Unila dan tukang tulis

 

Sebenarnya cerita ini sudah cukup lama saya tulis dan sepertinya sudah pernah saya bagikan di laman Facebook. Namun demikian agar tidak hilang,  kembali saya dokumentasikan di portal admisyarifnews.com.

Sore itu, langit dihiasi semburat jingga yang perlahan melebur dengan birunya cakrawala. Angin berembus lembut, mengayunkan dedaunan yang mulai merunduk. Aku baru saja pulang ke rumah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan di kampus. Langkahku langsung menuju ke sebuah gazebo kecil di tengah kolam yang kubangun khusus untuk burung-burung kesayanganku.

Seperti biasa, begitu kakiku menginjak dermaga kecil menuju kandang, celoteh riang lovebird menyambutku. Mereka bernyanyi tanpa lelah, suaranya nyaring, seakan ingin menunjukkan kebahagiaan mereka atas kepulanganku. Beberapa ekor merpati yang bertengger di atap kandang mengangguk-anggukkan kepalanya, sesekali mengepakkan sayap dan turun ke halaman. Mereka tampak akrab dengan suasana rumah. Sementara itu, di langit, seekor elang terbang bebas, tinggi dan megah, menembus batas cakrawala.

Di dekat kolam, Tasya tengah duduk di bangku kayu, sambil menatap air yang beriak pelan. Aku mendekatinya dan duduk di sampingnya. Sore yang tenang ini mengingatkanku akan sebuah pertanyaan yang sudah lama ingin kutanyakan padanya.

“Tasya, seandainya nanti kamu dewasa, kamu ingin menjadi seperti burung apa? Lovebird, merpati, atau elang?” tanyaku sambil tersenyum. Tasya menoleh dengan mata berbinar, tetapi juga sedikit bingung. “Maksudnya gimana, Yanda?”

 

Aku tersenyum, menatap burung-burung yang ada di kandang dan mulai menjelaskan.

“Begini, Tasya. Burung elang itu kuat dan mandiri. Dia terbiasa terbang tinggi, jauh melampaui batas yang bisa dicapai burung lain. Ia mampu bertahan di mana pun dan tidak bergantung pada siapa pun untuk mencari makan. DDia bebas, berani, dan selalu mengejar tantangan baru. Tapi, karena kebiasaannya terbang jauh, dia jarang pulang.”

Tasya mengangguk, matanya mengikuti pergerakan elang yang kini tampak melayang di kejauhan.

“Lalu, bagaimana dengan merpati, Yanda?” tanyanya.

“Merpati juga burung yang bebas,” lanjutku. “Tapi, berbeda dengan elang, merpati tidak suka pergi terlalu jauh. Ia mungkin terbang ke atap rumah, menjelajahi halaman, atau mencari makan sendiri, tetapi selalu kembali. Merpati setia pada rumah dan keluarganya. Sesekali merpati memang mengharapkan tambahan makan yang lezat dan bergizi dari tuannya. Saat tuannya datang dan memberinya makan, ia akan turun, menyanyi, dan menemani.”

Tasya tampak berpikir sejenak. Ia lalu melirik ke kandang lovebird yang tetap berisik dengan celotehnya. “Kalau lovebird, Yanda?” tanyanya penasaran.

Aku tertawa kecil. “Lovebird ini dikenal sebagai burung yang menyenangkan dan selalu ingin membahagiakan tuannya. Ia sangat indah, suaranya merdu, dan warnanya bermacam-macam. Jika suaranya panjang, orang-orang akan sangat menyukainya. Itulah yang membuat lovebird banyak dipelihara. Tapi, lovebird tidak bisa hidup sendiri. Ia sangat bergantung pada tuannya untuk makan. Jika tidak ada yang memberinya makan, ia bisa mati kelaparan. Lovebird juga tidak bisa pergi jauh, karena ia terlalu terbiasa berada dalam sangkar.”

Tasya mengangguk-angguk. Ia tampak berpikir lebih dalam, mencoba memahami perbandingan yang kuberikan. Setelah beberapa saat, ia menatapku dan bertanya, “Kalau Yanda sendiri, maunya Tasya seperti burung apa?”

Aku menatapnya penuh kasih sayang. “Yanda ingin kamu seperti elang, Tasya.”

Tasya terdiam, menunggu penjelasanku.

“Yanda dan Bunda tidak akan keberatan kalau nanti kamu terbang jauh, bahkan ke luar negeri, selama itu membuatmu sukses dan bahagia. Kami ingin kamu mandiri, bisa bertahan di mana pun, dan mencapai cita-citamu setinggi mungkin. Tapi, tentu saja, kami berharap kamu tidak lupa untuk pulang dan sesekali menengok kami,” ujarku sambil mengusap kepalanya.

Mata Tasya tampak berkaca-kaca, entah karena haru atau karena mulai memahami arti kebebasan dan tanggung jawab.

Semoga kelak, Tasya tumbuh menjadi anak yang mandiri, sholehah, dan tetap ingat dengan rumah tempat ia berasal. Di bawah langit sore yang mulai meredup, aku hanya bisa berdoa agar langkahnya selalu diberkahi, setinggi apa pun ia terbang nanti.

Tentang Penulis
Penulis di Admisyarifnews Sejak 01 February 2025
Lihat Semua Post