Oleh: Prof. Admi Syarif, PhD
Dosen Unila dan Tukang Tulis
“Di setiap suapan selalu ada cerita. Di setiap rasa ada kenangan. Dan di setiap rebutan jengkol, ada ujian kesabaran.”
Kalau kalian lewat Jalan Sultan Agung (jalur dua Way Halim) di Bandar Lampung, siap-siap ya, di sini ada aroma menggoda yang bikin iman puasa sedikit diuji. Restoran Melayu Garuda cabang baru sudah resmi buka! Ini kayaknya cabang kedua setelah yang pertama nangkring di Jl. Kartini. Tapi kalau ternyata ada cabang ketiga yang nyamar jadi kedua, ya itu urusan dapur Garuda — yang penting kita makan enak.
Untuk berbuka kemarin, sang pujaan hati beraksi layaknya istri teladan. Sore-sore dia udah reservasi duluan, jadi kami datang tinggal duduk manis. Nggak perlu ritual ngemis meja kosong atau lirak-lirik meja sebelah yang nasibnya masih kayak skripsi: belum ada kepastian.
Acara audisi menu pun digelar. Setelah diskusi panas ala sidang skripsi, terpilihlah trio maut: opor ayam, gulai ati, dan kolak buat dikirim ke mamah-papah tercinta. Nggak cuma pahala ngalir, dompet juga sedikit lega karena berbagi itu indah. Paket cinta langsung meluncur pakai ojol, demi berbuka berkualitas di rumah.
Nah, meja kami sendiri sudah cantik bertuliskan nama Yulia — nama pujaan hati dong, bukan mantan he he he. Hidangan mulai berdatangan satu per satu, kayak tamu kondangan di GSG Unila. Pas adzan berkumandang, pramusaji dengan senyum sumringah mempersilakan kami memulai acara suap-menyuap.
Serangan pertama jatuh ke kolak. Dan sumpah demi manisnya cinta pertama, ini kolak level maknyus. Manisnya pas, aroma santannya lembut kayak pelukan ibu di pagi hari. Tapi pas coba srikaya, hmm… ini beneran kayak chat panjang dari mantan yang belum move on: manisnya agak berlebihan, menurut saya, sampai bikin lidah minta ampun.
Tapi tenang, semua itu termaafkan karena alasan utama saya ke sini sudah di depan mata: Sayur Ubi Tumbuk! Legenda hidup dari tanah Melayu Deli yang pertama kali saya cicipi saat kuliah di Bandung. Bang Imam S Kasiman yang jadi mak comblangnya. Meski versi Bandung lebih strong aroma terinya, yang ini lebih kalem tapi tetap maut.
Bayangkan, daun ubi ditumbuk sampai nyerah, dimandikan santan, diberi bumbu spesial, lalu dihidangkan hangat. Rasanya? Gurih, creamy, sedikit pedas, kayak panggilan pulang setelah sekian lama merantau. Teksturnya lembut tapi berserat.
Belum kelar urusan sayur, datanglah Gulai Tunjang. Ini tunjang yang lembutnya kayak pujian dosen pembimbing waktu ujian skripsi. Gigit dikit, langsung meledak di mulut. Nggak pake acara tarik urat apalagi pake gigitan penuh perjuangan. Maklum Ini tunjang mahal!
Baru aja selesai bergalau ria sama tunjang, tiba-tiba Gulai Jengkol alias Gulai Jaring terlihat menantang. Ini nih jengkol yang aromanya bikin tetangga tahu kita makan apa. Tapi begitu masuk mulut, wah, levelnya udah beda. Ini jengkol sultan, bumbunya nempel sampai ke tulang daun jengkolnya. Pedes, gurih, dan bikin lidah bergoyang.
Belum kenyang? Tenang! Ada Pepes Peda plus Daun Ubi yang saya ibaratkan kayak pengantin baru yang begitu dibuka pasti sedang merapat. Asinnya peda ketemu lembutnya daun ubi, dibungkus daun pisang, dikukus sampai harum kayak surat cinta pertama waktu SMA. Begitu dibuka, aromanya langsung bikin air liur antre keluar. Rasanya? Nyess di hati, nempel di ingatan.
Yulia dan Tasya pastinya terus menyantap menu favorit mereka, sambil
mengambil beberapa jengkol:
• Sate Ayam yang bumbu kacangnya agak kasar tapi mesra sama dagingnya.
• Gulai Opor yang kuahnya bikin pengen mandi nasi di dalamnya.
• Dendeng tipis kriuk, bumbunya setebal janji-janji anak remaja.
Secara umum, saya beri nilai 8, untuk sara kuliner di restoran ini. Nilai 9 untuk kebersihan dan pelayanannya. Ingat ya, makanan enak bikin bahagia, tapi makan bareng orang tersayang bikin segalanya lebih sempurna. Termasuk pura-pura ikhlas lihat jengkol terakhir diambil sang pujaan hati.
Bagaimana soal harga?
Tenang, harga di Garuda ini masuk kategori: “Masih manusiawi dan nggak perlu jual ginjal.” Bawa budget Rp100.000 per orang, udah bisa makan lengkap dari takjil sampai lauk-pauk plus minum. Ente juga bisa pesen satu porsi buat berdua, biar makin so sweet ala drama Winter sonata (Fuyu no sonata)
Restoran Melayu Garuda, Jalan Sultan Agung. Tempat di mana cinta, daun ubi tumbuk, dan jengkol bertemu. Selamat mencoba dan selamat menabung kenangan.